Sabtu, 29 November 2014

Contoh Kasus Pembajakan Softwar

'Indonesia Perlu Pengadilan Khusus Pembajakan Software'
Susetyo Dwi Prihadi - detikinet
Kamis, 01/05/2014 09:57 WIB
http://images.detik.com/content/2014/05/01/328/87137975.jpg
Jakarta - Sudah ada peraturan dan hampir tiap tahun pasti digelar razia software bajakan di perusahaan multinasional. Lantas, mengapa Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan tingkat pembajakan tertinggi di Asia? "Peraturan sudah bagus, pihak berwajib pun sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Tidak ada yang salah, Indonesia hanya butuh sistem penegakan hukum yang khusus menangani intellectual property (IP)," kata Direktur Senior Bidang Penegakan Hukum BSA Asia Pasifik Tarun Sawney, kepada detikINET.
Turan menambahkan, sistem penegakan hukuman khusus IP ini dirasa perlu karena penanganan hak cipta merupakan sesuatu yang penting dan memerlukan perhatian khusus. Beberapa contoh negara yang berhasil menekan pembajakan software illegal ini memang kebanyakan mempunyai penegakan hukum yang ditujukan khusus untuk hak kekayaan intelektual tersebut. "Taiwan adalah salah satunya, mereka mempunyai pengadilan mulai dari penegak hukumnya, sampai hakim untuk menangani masalah ini," tegasnya. Dikatakannya, di Indonesia sudah mempunyai landasan hukum yang kuat untuk membuat para pelaku pengguna software bajakan jera seperti yang tertuang di UU Hak Cipta No 19 Tahun 2002, dimana hukuman penjara paling lama 5 (Lima) tahun, dan sanksi denda paling banyak Rp 500 juta.
Pihak Kepolisian Indonesia sendiri sejatinya punya divisi cybercrime yang biasa menangani hal-hal yang berbau dengan kejahatan cyber. Nah, ini yang dirasa ambigu oleh Turan. "Cybercrime itu sesuai namanya untuk menangani kejahatan cyber, seperti penipuan di internet dan sebagainya. Ini beda dengan software bajakan, itu harus ditangani khusus," tegasnya.
(tyo/rns) 

Nilai Pembajakan Software capai Rp22 miliar
Rezza Aji Pratama   -   Rabu, 30 April 2014, 17:48 WIB
software bajakan. Nilai pembajakan mencapai Rp22 miliar/JIBI

          Bisnis.com, JAKARTA—Nilai pembajakan piranti lunak di Indonesia dalam kurun waktu Januari 2013-Maret 2014 mencapai Rp22 miliar. Senior Director for Marketing Business Software Alliance (BSA) Asia Pasific, organisasi nirlaba yang fokus pada pembajakan software, Roland Chan mengatakan angka tersebut dihasilkan dari razia yang dilakukan oleh kepolisian.
Sepanjang 15 bulan tersebut, polisi dan BSA telah melakukan 101 kali razia terhadap perusahaan-perusahaan di kawasanindustri.
Menurut Roland, nilai pembajakan yang sebenarnya bisa lebih besar lagi karena BSA belum mengeluarkan hasil riset resminya. “Kami mengeluarkan riset setiap 2 tahun sekali. Nilai pembajakan pada 2013 akan kami keluarkan pada Juni mendatang,” ujarnya, Selasa (29/4/2014).
Menurut Roland, tren pembajakan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2011, angka pembajakan ini mencapai 86% dari total piranti lunak yang ada di Indonesia. Nilai software yang dibajak bisa mencapai Rp12,8 triliun.
Dia menyebutkan  hampir seluruh anggota BSA menjadi korban pembajakan ini. Namun, pihaknya tidak menyebutkan vendor mana yang mengalami tingkat pembajakan paling tinggi. Regulasi di Indonesia sebenarnya sudah mengatur dengan ketat soal pembajakan software. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta No.19/2002, pengguna dan penjual software ilegal dapat didakwa melanggar hak cipta dengan hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau sanksi denda maksimal Rp500 juta.        

Microsoft: Software bajakan merugikan pelaku usaha

Reporter : Sri Wiyanti | Senin, 3 Maret 2014 15:18
Microsoft: Software bajakan merugikan pelaku usaha

Microsoft. REUTERS
Merdeka.com - PT Microsoft Indonesia mendapati penggunaan perangkat lunak (software) bajakan berisiko merugikan pelaku usaha. Sebanyak 95 persen software bajakan mengganggu sistem komputer dan mengundang perilaku kriminal.
"95 persen dari software yang dijual bajakan di dalamnya ada malware yang bisa capture data-data pribadi pengguna software bajakan. Secara periodis software bajakan akan mengirimkan data tersebut ke pembuat software bajakan. Untuk dijual dan digunakan kriminal," jelas Presiden Direktur Microsoft Andreas Diantoro kepadamerdeka.com, Senin (3/3).
Andreas mengungkapkan bahwa penggunaan software bajakan masih tinggi di luar kota besar. "Jawa Tengah, Jawa Timur angka pembajakannya tinggi, Jakarta lebih sedikit karena relatif sudah pada memahami nilai tambah dari software original. Sebagian besar juga orang-orang Jakarta sudah menggunakan Windows 8 yang seperti oksigen," jelas Andreas.
Andreas menekankan bahwa penggunaan software bajakan dapat membahayakan transaksi perbankan yang dilakukan secara online. Perbankan sendiri, lanjut Andreas, sudah mulai menambah fitur keamanan bertransaksi secara online untuk meningkatkan keamanan transaksi menggunakan internet. "Sebetulnya yang rugi adalah usernya sendiri, mereka akan mengalami kerugian financial, pengusaha kecil menengah itu bertransaksi menggunakan internet, risikonya besar sekali. Bank-bank yang melakukan survei, bahkan ada bank yang minta aditional security berupa nomor handphone sebagai pengaman tambahan," jelas Andreas.
Microsoft berupaya meminimalisir penggunaan software bajakan melalui berbagai kerja sama. Antara lain dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan lembaga-lembaga pendidikan baik setara sekolah maupun universitas. "Sebenarnya itu masalah ketidaktahuan. Pembajakan office itu 92-an persen. Sebetulnya itu sudah tidak perlu dibajak lagi, sebetulnya Windows 365 itu hanya Rp 13.000 untuk pelajar. Sekolah-sekolah dan Universitas yang bekerja sama dengan Microsoft itu sudah mendapatkan Office 365 secara cuma-cuma," katanya.
[yud]


                 Ironis, pemerintah Amerika langgar UU yang dibuatnya sendiri 

Reporter : Alvin Nouval | Sabtu, 30 November 2013 04:24
Ironis, pemerintah Amerika langgar UU yang dibuatnya sendiri
Ilustrasi pembajakan file. ©Guardian.co.uk
Merdeka.com - Sebuah hal ironis baru saja dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Di tengah upaya getolnya memberantas tindakan penjiplakan dan pembajakan, militer AS sendiri ketahuan menggunakan software bajakan.
Dilaporkan Dallas Morning News, Apptricity, penyedia software militer, mengetahui bahwa softwarenya yang dijual pada militer Amerika Serikat saat ini sudah dipakai setidaknya oleh 9 ribu tentara. Padahal, militer AS tercatat hanya membeli lisensi untuk software ini sebanyak 500 buah saja.
Mengetahui hal ini, Apptricity pun mengaku rugi hingga USD 224 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun dan meminta pemerintah segera menggantinya. Namun, dengan beberapa lobi, akhirnya disepakati ganti rugi yang dibayarkan hanya USD 50 juta atau setara Rp 600 miliar.
Padahal, konstitusi Amerika Serikat sendiri dengan tegas menolak adanya tindakan macam ini. Malah, hal ini pun sudah diatur dengan sangat jelas dalam UU SOPA/PIPA yang disahkan pada 2012 lalu. Pada saat itu, seorang legislator Amerika Serikat bernama Lamar Smith dengan giatnya mengusulkan agar draft UU penghentian tindakan pembajakan ini segera disahkan. UU ini pun kemudian disahkan dengan munculnya hukum yang mengikat bagi para pelakunya.
Sebagai contoh, kala itu Megaupload, sebuah layanan berbagi file di internet ditutup oleh FBI. Alasannya, Megaupload diduga memfasilitasi tindakan pembajakan secara online. Tak cukup di situ, pendiri Megaupload, Kim Dotcom juga coba ditahan. Beruntung Kim sempat kabur ke Selandia Baru dan mendirikan layanan komputasi awan bernama Mega. Kini, rupanya UU tersebut telah dinodai oleh pemerintah Amerika Serikat sendiri. Bukannya memberikan contoh yang baik, militernya malah membajak software buatan anak negeri sendiri.
Belum diketahui apakah ada pihak yang diadili seperti pada kasus Kim Dotcom dan Megaupload. Namun, yang pasti, pemerintah hanya membayar ganti rugi USD 50 juta yang sebenarnya juga angka yang sedikit karena kerugian yang diderita Apptricity sebenarnya mencapai USD 224 juta.
[nvl]

                                   Tekla kehilangan Rp 20 miliar akibat pembajakan software

Reporter : Arif Pitoyo | Selasa, 22 Oktober 2013 17:33
Tekla kehilangan Rp 20 miliar akibat pembajakan software
Software bajakan. © Nvworld.ru
Merdeka.com - Tingkat pembajakan piranti lunak di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan. Menurut laporan yang dikeluarkan bagian survei Global Software Piracy Study dari Business Software Alliance (BSA) tahun lalu, tingkat pembajakan piranti lunak di Indonesia mencapai 86 persen. Persentase ini menempatkan Indonesia di peringkat teratas negara di kawasan Asean dalam hal pembajakan piranti lunak. Sementara tingkat pembajakan di negara kawasan Asean lain, masing masing Malaysia (55 persen), Thailand (72 persen), Filipina (70 persen), dan Vietnam (81 persen).
Nilai kerugian yang diakibatkan oleh tingginya pembajakan piranti lunak di Indonesia juga terus meningkat, hingga akhir tahun 2012 jumlahnya mencapai USD 1,47 miliar atau kurang lebih Rp 16,7 trilliun. Jumlah tersebut bukan hanya ditanggung oleh perusahaan pengembang piranti lunak itu sendiri tetapi juga negara, karena kehilangan pendapatan dari sektor pajak yang sesungguhnya bermanfaat untuk mendukung perkembangan ekonomi Indonesia.  Selain hasil penelitian yang menunjukkan tingginya tingkat pembajakan nasional, ada juga hasil penelitian lain yang hasilnya mengejutkan.
Menurut BSA, 59 persen pengguna komputer di Indonesia mengaku bahwa mereka memang membeli peranti lunak bajakan untuk digunakan secara pribadi. Bahkan beberapa responden menyatakan mereka selalu menggunakan peranti lunak bajakan. Di antara perusahaan-perusahaan pengembang piranti lunak yang mengalami kerugian, terdapat Tekla, sebuah perusahaan pengembang piranti lunak Building Information Modeling atau BIM. Tidak tanggung tanggung akibat pembajakan yang dilakukan oleh perusahaan lokal maupun asing yang beroperasi di Indonesia, Tekla menderita kerugian hingga Rp 20 milliar. Lebih parah lagi peranti lunak tanpa lisensi tersebut digunakan untuk kepentingan bisnis dari perusahaan itu sendiri. Kuasa hukum Tekla Indonesia Donny A. Sheyoputra menyatakan pembajakan peranti lunak juga merupakan salah satu faktor yang menghambat perkembangan ekonomi suatu negara, karena perusahaan pengembang piranti lunak juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara khususnya dalam bidang industri teknologi informasi. "Selain itu pembajakan piranti lunak juga menimbulkan masalah lain dalam dunia bisnis karena para investor menjadi ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia akibat adanya pelanggaran hak cipta," katanya, dalam siaran pers, Selasa (22/10).
[ega]
Sumber : http://www.merdeka.com/teknologi/tekla-kehilangan-rp-20-miliar-akibat-pembajakan-software.html

2 komentar:

Unknown mengatakan...

beranikah penegak hukum Indonesia bisa meniru Nabi Muhhamad SAW ? Nabi Muhammad sebelum tegakkan hukum ke ummat nya, Beliau terapkan Hukum pada anggota keluarganya. seperti contoh dalam hadist shohihnya "Andaikan Aisyah (anaknya) terbukti mencuri, maka Akulah (Muhammad) yang menghukum dia (dengan memotong tangannya)! (Shohih). terkadang Hukum indonesia ini Aneh! kata petugas untuk negara hasil dendanya, namun denda tersebut masuk kantong pribadi! dan jika benar petugas hukum Indonesia sudah berani jalankan hukum hak cipta terutama software,, lalu kemana kasus dari petugas yang jadi oknum!,, tidak mungkin petugas 100% bersih,, seperti kasus narkoba di lingkup Petugas Hukum INdonesia pasti ada! kenapa tidak ada tersiar? kalau ada makai software asli pasti ada rincian berapa harga software. dan kenapa tidak diumumkan anggaran belanja software itu pada rakyat? itu semua pakai duit rakyat! kalau hanya membuat hukum untuk kantong pribadi,, berarti rakyat salah memilih orang pemimpin dan petugas,, karena denda tidak ada masuk kas negara. kalau denda ada masuk dalam kas negara tentu Negara Indonesia tidak akan menghutang ke luar negeri!

Unknown mengatakan...

Sikap yang paling baik di tengah maraknya pembajakan software adalah . . .

Posting Komentar