Sabtu, 27 September 2014

PIRACY "Pembajakan" SOFTWARE

PEMBAJAKAN SOFTWARE

          Pembajakan Software (perangkat lunak) adalah penyalinan atau distribusi perangkat lunak secara ilegal atau tidak sah. Biasanya sebuah program atau aplikasi hanya memberikan izin untuk satu pengguna dan satu komputer saja. Dengan membeli perangkat lunak, seseorang menjadi pengguna berlisensi atau berizin dan bukan pemilik. Jadi, jika seseorang menyalin dan dan memperbanyak perangkat lunak tersebut, itu disebut sebagai pembajakan perangkat lunak.
Lisensi adalah sebuah izin yang memberitahu berapa kali perangkat lunak dapat diinstal atau digunakan, oleh karena itu penting untuk membaca dan memahaminya. Membajak perangkat lunak adalah ilegal di sebagian besar belahan dunia. Dan di kebanyakan negara, adalah ilegal untuk melanggar hak cipta perangkat lunak.

             Tidak hanya di industri musik, pembajakan terjadi juga di industri yang berkaitan dengan piranti digital lainnya seperti software. Di indonesia, pembajakan terjadi tanpa batas. Memang ada aturan hukum yang jelas untuk melarang pembajakan tersebut. namun tidak ada pelaksanaan yang jelas dan kontinu untuk menyelesaikan persoalan ini. Paling - paling hanya berlangsung satu bulan secara serentak dan bulan berikutnya akan muncul lagi dan tidak ada tindakan yang dilakukan. Berbagai pihak mempersoalkan tentang pembajakan. Untuk itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan pembajakan itu sendiri. Pembajakan adalah penggunaan file digital yang memiliki hak cipta untuk sebuah tujuan komersial tanpa membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta.
             Nama lain dari Software disebut juga dengan perangkat lunak. Seperti nama lainnya itu, yaitu perangkat lunak, sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras, jika perangkat keras adalah komponen yang nyata yang dapat diliat dan disentuh oleh manusia, maka software atau Perangkat lunak tidak dapat disentuh dan dilihat secara fisik, software memang tidak tampak secara fisik dan tidak berwujud benda tapi kita bisa mengoperasikannya.
           Jadi, pembajakan software adalah penggunaan perangkat lunak yang memiliki hak cipta untuk sebuah tujuan komersial tanpa membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta dari perangkat lunak tersebut, Pembajakan software juga dapat dikategorikan sebagai kejahatan komputer. 
  • Bentuk - Bentuk Pembajakan Software
Adapun bentuk - bentuk pelanggaran atas suatu software dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
  1. Pemuatan ke dalam hard disk, perbuatan ini biasanya dilakukan jika kita membeli komputer dari toko - toko komputer, di mana penjual biasanya menginstal sistem operasi beserta software - software lainnya sebagai bonus kepada pembeli komputer.
  1. Softlifting Yaitu dimana sebuah lisensi penggunakan sebuah software dipakai melebihi kapasitas penggunaannya. Misalnya membeli satu software secara resmi tapi kemudian menginstallnya di sejumlah komputer melebihi jumlah lisensi untuk menginstall yang diberikan.
  2. Pemalsuan Yaitu memproduksi serta menjual software - software bajakan biasanya dalam bentuk CD ROM, yang banyak dijumpai di toko buku atau pusat-pusat perbelanjaan, Penyewaan software,
  3. Ilegal downloading, yakni dengan mendownload software dari internet secara illegal.
  4. Penyewaan Piranti Lunak
Dikenal tiga bentuk pembajakan melalui penyewaan piranti lunak:
  1. Produk yang disewa untuk digunakan pada komputer di rumah atau di kantor penyewa.
  2. Produk yang disewakan melalui mail order;.
  3. Produk yang dimuat dalam computer yang disewa untuk waktu terbatas. Serts Downloading illegal melalui BBS atau Internet
Terjadi melalui downloading piranti lunak sah melalui hubungan modem ke buletin elektronik adalah bentuk lain pembajakan. Pembajakan ini tidak sama dan jangan disalah artikan dengan penggunaan piranti lunak yang diberikan dipublic domain, ataupun fasilitas shareware yang digunakan bersama.
  • Tindakan Pembajakan Software
           Di tengah semangat untuk mencintai produk - produk dalam negeri, ada sentimen negatif menyatakan bahwa Indonesia adalah sarang pembajak, khususnya untuk software. Kasus ini memang sangat mencemaskan sebab aksi pembajakan di Indonesia telah merugikan negara sekitar 70-80 juta dolar AS per tahun. Bahkan yang lebih ironis, bahwa peredaran perangkat lunak asli atau legal yang beredar di Indonesia hanya sekitar 12 persen, sedang selebihnya merupakan produk bajakan. Hal ini bisa terus terjadi karena Indonesia punya nilai pangsa pasar software sekitar 101 juta dolar AS per tahun. Oleh karena itu, bagi para pembajak ini merupakan surga dan didukung oleh penegakan hukum terhadap kasus - kasus tersebut masih lemah. Sangat rasional jika pemberlakuan UU No 19 Tahun 2002 menjadi sangat dilematis dari sisi konsumen. Meski Indonesia punya UU Hak Cipta yang melarang pembajakan dan pembelian barang - barang ilegal seperti perangkat lunak (software) komputer, tapi nyatanya pembajakan tetap saja terjadi, dan produknya pun laris manis di mana - mana.
          Pembajakan software berkembang pesat pada tahun 2000 untuk pertama kalinya dalam lebih dari setengah dekade dan dunia bisnis memakai program hasil bajakan sebesar 37%. Disadari atau tidak, pembajakan software di Indonesia memang marak terjadi, begitu mudah kita mendapatkan software-software bajakan dengan harga terjangkau di toko-toko penjual software komputer, bahkan di pedagang - pedagang kaki lima. Kemajuan di bidang teknologi dirasakan turut mempermudah terjadinya pembajakan software. Jika aparat penegak hukum berkeinginan untuk menegakkan hukum di bidang ini, maka secara tidak langsung mereka harus menuntut dirinya sendiri, karena turut pula melakukan pelanggaran. Hal ini tidaklah mungkin, karena itulah sampai dengan saat ini permasalahan ini tidak akan pernah berakhir, paling tidak sampai dengan saat di mana semua software yang dipakai oleh aparat penegak hukum telah berlisensi.
  • Ciri-ciri Software Bajakan
Berikut ini ciri-ciri software bajakan:
  1. Dijual dalam bentuk VCD atau DVD dengan harga yang murah.
  2. Bentuk dan kemasan CD atau DVD serupa dengan CD atau DVD lainnya.
  3. Dibundel dalam kumpulan software yang nama pengembang tidak sama.
  4. Ada serial number (s/n) atau program crack untuk membuka proteksi software.
  5. Tidak bisa diupdate.
  6. Mengalami error atau hang pada jumlah transaksi tertentu.
  7. Kadang mengandung virus atau trojan yang berbahaya.
  8. Diunduh atau didownload gratis dari situs tidak resmi, dimana situs resmi mematok harga tertentu.
  •  Sebab terjadinya pembajakan software di Indonesia
     Bagi kebanyakan masyarakat pengguna komputer di Indonesia, pembelian paket perangkat lunak jadi adalah suatu kemewahan. Memang banyak institusi baik swasta maupun negeri yang mengeluarkan dana besar untuk pengadaan sistem komputer, tapi jarang ada alokasi dana untuk pembelian paket perangkat lunak, jadi yang ada adalah dana untuk jasa konsultan pengembangan sistem komputer. Karena itu dana pengadaan perangkat lunak komputer hanya terserap untuk pengembangan sistem khusus yang dibangun untuk menangani kebutuhan spesifik institusi yang bersangkutan.
Bagaimana dengan sistem operasi dan program-program aplikasi umum untuk kerja penyusunan dokumen sehari-hari? Dapat dikatakan rata-rata PC di Indonesia menggunakan perangkat lunak hasil tindak kejahatan pembajakan.
Makin berkembangnya kemajuan tekhnologi sekarang ini, justru semakin mendukung aktifitas pembajakan itu sendiri. Selama ini, pembajakan merupakan tindakan pelanggaran hukum yang justru paling kita anggap lumrah. Tiada barang tanpa bajakannya. Tiada barang yang kita pakai yang bukan dibeli dari bajakan, atau kita bajak sendiri. Dengan mengkopi CD milik teman, baik,software game, atau musik, itu pun sudah termasuk membajak. Dan ini sudah menjadi hal yang sangat biasa kita lakukan dengan tanpa kita sadari bahwa kalau di negeri yang sadar hukum, sudah dari dulu kita akan dituntut.
Faktor yang paling dominan adalah faktor ekonomis, dimana orang akan cenderung memilih software bajakan yang pasti jauh lebih murah dari software yang berlisensi.
Untuk perbandingan, harga lisensi Windows 98 adalah 200 dolar AS, sedangkan software bajakan dapat kita beli hanya dengan harga Rp.10.000,00 saja. Andaikata di sebuah kantor mempunyai 20 buah komputer yang menggunakan windows 98, maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar 4000 dolar AS atau senilai hampir 40 juta rupiah. Itu hanya untuk sistem operasinya saja, belum termasuk program-program aplikasi lainnya.
  • Dampak dari Pembajakan Software bagi Indonesia
          Dari sisi ekonomi, data yang dilansir International Data Corporation (IDC) mengenai Global Software Piracy Study 2008, kerugian yang ditimbulkan kejahatan ini ternyata cukup mengejutkan. Potensi pendapatan industri perangkat lunak (software) Indonesia pada 2008 yang hilang mencapai 544 juta dolar AS akibat maraknya pembajakan. Angka itu melonjak 31 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun angka pembajakan hanya naik 1 persen menjadi 85 persen, dan menempatkan Indonesia di posisi ke-12 dari 110 negara. Menurut studi IDC, 80 persen kerugian dari pembajakan diderita oleh para pemain lokal dalam industri software, yaitu perusahaan software, industri software, dan distribusi. Pembajakan tidak hanya merugikan perusahaan software lokal, tapi juga merugikan Negara. Perusahaan software rugi karena produk orisinilnya yang harganya jutaan rupiah harus bersaing dengan produk bajakan yang harganya hanya puluhan ribu rupiah. Negara juga dirugikan, karena software bajakan itu sudah pasti tidak bayar pajak.
      Tentang kerugian yang diderita akibat pembajakan ini, Microsoft Indonesia tidak pernah mendapatkan datanya. Meskipun demikian bukan berarti kerugian itu tidak bisa dihitung dan menurut data dari studi yang dilakukan oleh BSA (Business Software Alliance) bahwa nilai kerugian yang ditimbulkan akibat pembajakan piranti lunak (khusus untuk kasus di Indonesia) sekitar 197 juta dollar AS untuk semua perusahaan. Meski Microsoft sendiri tidak menghitung langsung, tetapi tetap saja merasa dirugikan. Artinya, ada opportunity yang dihilangkan akibat tindakan yang dilakukan si pembajak. Kalau kita menggunakan data BSA, bahwa 97 persen piranti lunak di Indonesia adalah bajakan, berarti porsi kita cuma tiga persen, dan 97 persennya lainnya masuk ke kantong orang (pembajak). Dari proses wawancara lebih lanjut akhirnya diketahui bahwa salah satu faktor utama dari maraknya pembajakan software yaitu karena persepsi yang salah (terlepas dari niat awal memang membajak).
Intinya, publik (yang murni tidak tahu) beranggapan bahwa kalau beli software itu menjadi miliknya. Padahal membeli software itu adalah membeli lisensi hak untuk menggunakan. Jadi, harus dibedakan antara membeli lisensi dengan membeli produk yang langsung bisa dikonotasikan sebagai milik hak pribadi.

HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)
     ”Hak atas Kekayaan Intelektual” (HAKI) merupakan terjemahan atas istilah ”Intellectual Property Right” (IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ”Hak”, ”Kekayaan” dan ”Intelektual”. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ”Kekayaan Intelektual” merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, HAKI merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. “Hak” itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, “Hak Dasar (Azasi)”, yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpama: hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya. Kedua, “Hak Amanat/ Peraturan” yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat melalui peraturan/perundangan. Di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, HAKI merupakan ”Hak Amanat/Pengaturan”, sehingga masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar HAKI yang diberikan kepada individu dan kelompok.
           Sesuai dengan hakekatnya pula, HAKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible). Terlihat bahwa HAKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang dijamin oleh Undang-undang. HAKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HAKI merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh publik. Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright). Dan Software masuk dalam Hak Cipta yang dilindungi. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak khusus untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara atau gambar dari pertunjukannya.
Pembajakan Software termasuk tindakan pidana yang melanggar Hak Cipta. Ketentuan pidana Hak Cipta, antara lain:
  1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  2. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  3. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dan hak yang berkaitan dengan hak cipta dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 150,000.000,00.
  4. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak merusak atau membuat tidak berfungsinya teknologi kontrol yang dipergunakan untuk mengontrol hak pencipta dan pihak terkait diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 45.000.000,00.
  5. Ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dirampas atau diambil alih negara untuk dimusnahkan.
  6. Tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas adalah kejahatan.
Undang - Undang Cyber Mengenai Pembajakan
Penegak ukum
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008 , walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
    1. Pasal 27 UU ITE Tahun 2008: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
    2. Pasal 28 Undang-Undang ITE Tahun 2008:  Setiap orang yang sengaja tanpa hak menyebarkan dengan bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
    3. Pasal 29 Undang-Undang ITE Tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana 45(3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).
    4. Pasal 30 Undang-Undang ITE Tahun 2008 ayat 3: Setiap orang yang snegaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8(delapan) dan atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
    5. Pasal 33 Undang-Undang ITE Tahun 2008: Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggu system elektronik dan atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
    6. Pasal 34 Undang-Undang ITE Tahun 2008 : Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
    7. Pasal 35 Undang-Undang ITE Tahun 2008: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut seolah-olaj data yang otentik (Phising=penipuan situs).
2) Kitab Undang - Undang Hukum Pidana
a. Pasal 362 KUHP yang dikenakan kasus carding.
b. Pasal 387 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
c. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalu e-mail yang dikirim oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
d. Pasal 331 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
e. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
f. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran porngrafi.
g. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.

3) Undang - Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema maupun ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
4) Undang-Undang No36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka(1) Undang-undang no 36 Tahun 1999, telekomunikasi adalah setipa pemasaran, pengiriman, dan atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem eletromagnetik lainnya.
5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang dokumen Perusahaan Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya(alat penyimpanan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditranformasikan.
Misalkan Compact Disk-Read Only Memory(CD-ROM), dan White-Once-Read-Many(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
6)  Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang(Pasal 2 Ayat(1)Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang perbankan.
7) Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara eletronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. Karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering  digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui buletin board atau mailing list.
Contoh Kasus

'Indonesia Perlu Pengadilan Khusus Pembajakan Software'

Susetyo Dwi Prihadi - detikinet
Kamis, 01/05/2014 09:57 WIB
(ilustrasi/Getty Images)
http://images.detik.com/content/2014/05/01/328/87137975.jpg
Jakarta - Sudah ada peraturan dan hampir tiap tahun pasti digelar razia software bajakan di perusahaan multinasional. Lantas, mengapa Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan tingkat pembajakan tertinggi di Asia?

"Peraturan sudah bagus, pihak berwajib pun sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Tidak ada yang salah, Indonesia hanya butuh sistem penegakan hukum yang khusus menangani intellectual property (IP)," kata Direktur Senior Bidang Penegakan Hukum BSA Asia Pasifik Tarun Sawney, kepada detikINET.

Turan menambahkan, sistem penegakan hukuman khusus IP ini dirasa perlu karena penanganan hak cipta merupakan sesuatu yang penting dan memerlukan perhatian khusus.

Beberapa contoh negara yang berhasil menekan pembajakan software illegal ini memang kebanyakan mempunyai penegakan hukum yang ditujukan khusus untuk hak kekayaan intelektual tersebut.

"Taiwan adalah salah satunya, mereka mempunyai pengadilan mulai dari penegak hukumnya, sampai hakim untuk menangani masalah ini," tegasnya.

Dikatakannya, di Indonesia sudah mempunyai landasan hukum yang kuat untuk membuat para pelaku pengguna software bajakan jera seperti yang tertuang di UU Hak Cipta No 19 Tahun 2002, dimana hukuman penjara paling lama 5 (Lima) tahun, dan sanksi denda paling banyak Rp 500 juta.

Pihak Kepolisian Indonesia sendiri sejatinya punya divisi cybercrime yang biasa menangani hal-hal yang berbau dengan kejahatan cyber. Nah, ini yang dirasa ambigu oleh Turan.

"Cybercrime itu sesuai namanya untuk menangani kejahatan cyber, seperti penipuan di internet dan sebagainya. Ini beda dengan software bajakan, itu harus ditangani khusus," tegasnya.

(tyo/rns) 
Sumber : http://inet.detik.com/read/2014/05/01/095744/2570625/328/indonesia-perlu-pengadilan-khusus-pembajakan-software

Nilai Pembajakan Software capai Rp22 miliar

Rezza Aji Pratama   -   Rabu, 30 April 2014, 17:48 WIB



          Bisnis.com, JAKARTA—Nilai pembajakan piranti lunak di Indonesia dalam kurun waktu Januari 2013-Maret 2014 mencapai Rp22 miliar.
Senior Director for Marketing Business Software Alliance (BSA) Asia Pasific, organisasi nirlaba yang fokus pada pembajakan software, Roland Chan mengatakan angka tersebut dihasilkan dari razia yang dilakukan oleh kepolisian.
Sepanjang 15 bulan tersebut, polisi dan BSA telah melakukan 101 kali razia terhadap perusahaan-perusahaan di kawasanindustri.
Menurut Roland, nilai pembajakan yang sebenarnya bisa lebih besar lagi karena BSA belum mengeluarkan hasil riset resminya.
“Kami mengeluarkan riset setiap 2 tahun sekali. Nilai pembajakan pada 2013 akan kami keluarkan pada Juni mendatang,” ujarnya, Selasa (29/4/2014).
Menurut Roland, tren pembajakan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2011, angka pembajakan ini mencapai 86% dari total piranti lunak yang ada di Indonesia. Nilai software yang dibajak bisa mencapai Rp12,8 triliun.
Dia menyebutkan  hampir seluruh anggota BSA menjadi korban pembajakan ini. Namun, pihaknya tidak menyebutkan vendor mana yang mengalami tingkat pembajakan paling tinggi.
Regulasi di Indonesia sebenarnya sudah mengatur dengan ketat soal pembajakan software. Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta No.19/2002, pengguna dan penjual software ilegal dapat didakwa melanggar hak cipta dengan hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau sanksi denda maksimal Rp500 juta.            
Sumber: http://industri.bisnis.com/read/20140430/105/223690/nilai-pembajakan-software-capai-rp22-miliar


Infeksi Malware di PC Akibat Software Bajakan  

Infeksi Malware di PC Akibat Software Bajakan  

TEMPO.COJakarta - Studi terbaru yang dilakukan International Data Center (IDC), National University of Singapore (NUS), dan Microsoft menunjukkan bahwa ada korelasi kuat antara infeksi malware dengan software bajakan. "Dengan menganalisa 203 komputer personal (PC) baru di 11 negara yang didalamnya berisi software bajakan, 61 persen di antaranya terinfeksi malware (malicious software)," kata Reza Topobroto, Direktur Bagian Hukum Microsoft Indonesia, saat merilis hasil studi itu di kantor Microsoft di Jakarta, 19 Maret 2014.


Penelitian global dengan tema "The Link Between Pirated Software and Cybersecurity Breaches" ini dilakukan dengan cara melakukan survey terhadap 1.700 konsumen, pekerja teknologi informasi, pejabat bidang informasi, dan pejabat pemerintah di Brazil, Cina, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Jepang, Meksiko, Polandia, Rusia, Singapura, Ukraina, Inggris, dan Amerika Serikat. Studi ini juga menganalisa 203 komputer yang diperoleh dari Brazil, Cina, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, Korea Selatan, Thailand, Turki, Ukraina, dan Amerika Serikat. 



Menurut Reza, secara global, perusahaan diperkirakan akan menghabiskan US$ 126,9 miliar pada tahun ini untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh malware yang sengaja dimasukkan ke dalam software bajakan tersebut. Sedangkan perusahaan di kawasan Asia Pasifik diperkirakan akan menghabiskan hampir US$ 230 miliar, Amerika Utara US$ 22 miliar, Eropa Barat US$ 16,2 miliar. 



Angka kerugiannya akan bertambah besar jika memperhitungkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengatasi pembobolan data yang terjadi karena malware dari software bajakan. Menurut taksiran studi ini, secara global, perusahaan harus merogoh kocek tambahan US$ 365 miliar untuk mengatasi kebocoran data. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik ditaksir harus mengeluarkan dana US$ 169 miliar untuk mengatasi pembobolan data ini. 



Hasil studi itu juga mengungkapkan, 65 persen dari konsumen di Asia Pasifik mengatakan, ketakutan terbesar mereka dari software yang terinfeksi malware adalah soal kehilangan data, file atau informasi pribadi, diikuti oleh transaksi internet yang illegal (48 persen) dan potensi pencurian identitas (47 persen). Hanya saja, 41 persen dari responden tidak menginstal pembaruan keamanan (security updates), membiarkan komputer-komputernya terbuka untuk diserang oleh para pelaku kejahatan dunia maya.



Pejabat-pejabat pemerintah yang disurvey menyatakan keprihatinannya tentang potensi ancaman keamanan dunia maya kepada negara mereka. Pemerintah di Asia Pasifik paling mengkhawatirkan tentang akses ilegal ke informasi penting pemerintahan (57 persen), dampak dari serangan cyber pada infrastuktur penting (56 persen), dan kehilangan rahasia bisnis perdagangan atau informasi kompetitif (55 persen). Diperkirakan, pemerintahan di dunia bisa mengalami kerugian lebih dari US$50 miliar untuk biaya yang berkaitan dengan malware pada software bajakan. 



"Menggunakan software bajakan seperti berjalan melalui medan ranjau darat. Anda tidak tahu kapan Anda akan datang pada sesuatu yang buruk. Tetapi jika Anda melakukannya, bisa sangat merusak," kata John Gantz, Chief Researcher IDC, dalam siaran pers soal hasil studi ini. "Membeli perangkat lunak yang sah lebih murah dalam jangka panjang. Setidaknya Anda tahu bahwa Anda tidak akan mendapatkan bonus berupa malware (software berbahaya)." 



Profesor Biplab Sikdar, dari NUS menambahkan, mengingat PC baru telah terinfeksi dengan malware, itu membuat penggunanya dan perusahaan menjadi rentan dibobol sistem keamanan internetnya. "Tes forensik NUS jelas menunjukkan bagaimana pelaku kejahatan dunia maya semakin memanfaatkan rantai pasokan tidak aman dari pembajakan untuk menyebarkan malware dan mengorbankan keamanan PC dengan cara serius. Kami merekomendasikan penggunaan software asli untuk keamanan di dunia online dan dunia maya." 



Reza menambahkan, besarnya biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan oleh perusahaan dan konsumen akibat malware menunjukkan bahwa kejahatan di dunia maya sangat merugikan secara finansial. Microsoft Cybercrime Center berkomitmen untuk mengakhiri berbagai ancaman dari dunia cyber ini untuk menjaga data pribadi dan keuangan konsumennya. Dipublikasikannya hasil studi gabungan IDC-NUS-Microsoft ini juga sebagai bagian dari kampanye Microsoft "Play It Safe", sebuah inisiatif global untuk menciptakan kesadaran yang lebih besar soal fakta kuatnya hubungan antara malware dan pembajakan.
ABDUL MANAN
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/03/19/072563746/Infeksi-Malware-di-PC-Akibat-Software-Bajakan

1 komentar:

Shikamaru Nara mengatakan...

makasih sudah share
lem uv lcd touch

Posting Komentar